Sectio Caesaria
22 Agustus yang lalu menjadi hari yang berbahagia bagi kami sekeluarga. Seorang anak yang merupakan buah cinta kami berdua telah lahir ke dunia untuk menggenapkan kebahagiaan kami sebagai sebuah keluarga. Bagi orangtua kami dari pihak perempuan, ini adalah cucu pertama mereka, yang telah ditunggu-tunggu sejak lahir. Bayi laki-laki ini lahir dengan panjang 50 centi meter dan berat 3.290 gram (hampir 3,3 Kg) melalui proses operasi persalinan atau caesar.
Oleh karena letak bayi yang sungsang (letsu) pada minggu ke-38 kehamilan (semester akhir), dokter kandungan yang kami percayakan telah memberitahu kami sebelumnya bahwa kemungkinan besar bayi dilahirkan melalui proses sectio caesaria (cesar / sesar). Oleh karena itu kami meminta saran keluarga untuk menentukan tanggal terbaik untuk kehadiran sang buah hati ke dunia. Maka terpilihlah tanggal 22 Agustus 2014 sebagai hari lahir putra kami.
Sekitar pukul 23:00, di ruang VK (yang baru saja saya ketahui merupakan singkatan dari "Verlos Kamer" / "verloskamer" yang merupakan adaptasi dari bahasa Belanda dimana artinya adalah "delivery room" atau ruang persalinan alias kamar bersalin), istri saya mulai dipersiapkan untuk operasi keesokan harinya, dimana ia diukur tensi, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan detailnya. Kemudian istri saya dipersilakan untuk menginap di kamar kelas I yang sudah kami booking sebelumnya, lalu diberitahu untuk bersiap-siap bangun pada pukul setengah lima pagi untuk persiapan tahap akhir persalinan dengan operasi.
Dokter Anak yang menangani bayiku kemudian datang dan menjelaskan, bayinya laki-laki, keadaannya sehat, panjangnya 50 centimeter, beratnya 3.290gram, dan seterusnya. Setelah selesai merekam, saya lalu keluar dan menunjukkannya kepada mertua dan saudara-saudara yang ikut menunggu pada saat itu. Kami semua larut dalam perasaan bahagia, dan saya pun segera mengabari keluarga yang lainnya melalui telepon.
Saya kemudian dipanggil lagi karena istri saya sudah selesai dijahit dan sudah keluar dari kamar operasi (OK), saya menemuinya dan ia masih tampak lemas karena efek biusnya. Istri saya merasa menggigil karena kedinginan, tapi kata perawat itu normal, dan akan berangsur-angsur hilang bersamaan dengan hilangnya efek obat bius.
Oleh karena letak bayi yang sungsang (letsu) pada minggu ke-38 kehamilan (semester akhir), dokter kandungan yang kami percayakan telah memberitahu kami sebelumnya bahwa kemungkinan besar bayi dilahirkan melalui proses sectio caesaria (cesar / sesar). Oleh karena itu kami meminta saran keluarga untuk menentukan tanggal terbaik untuk kehadiran sang buah hati ke dunia. Maka terpilihlah tanggal 22 Agustus 2014 sebagai hari lahir putra kami.
Persiapan
Sehari sebelum tanggal terpilih, atau tepatnya tanggal 21 Agustus saya sudah pulang ke rumah untuk mempersiapkan semuanya, dan pada malam harinya pukul 21:00 kami berangkat menuju rumah sakit yang direkomendasikan oleh dokter kandungan. Perjalanan ke rumah sakit tersebut memakan waktu kurang lebih satu jam, perasaan gugup dan jantung berdebar mengiringi perjalanan kami, karena besok akan menjadi hari yang bersejarah untuk keluarga besar, termasuk keluarga kecil yang baru kami bangun tahun lalu (2013). Sesampainya disana kami mendaftarkan diri untuk persalinan esok hari, dan mendapat urutan pertama pada pukul 06:00.Sekitar pukul 23:00, di ruang VK (yang baru saja saya ketahui merupakan singkatan dari "Verlos Kamer" / "verloskamer" yang merupakan adaptasi dari bahasa Belanda dimana artinya adalah "delivery room" atau ruang persalinan alias kamar bersalin), istri saya mulai dipersiapkan untuk operasi keesokan harinya, dimana ia diukur tensi, dan lain-lain yang tidak bisa saya sebutkan detailnya. Kemudian istri saya dipersilakan untuk menginap di kamar kelas I yang sudah kami booking sebelumnya, lalu diberitahu untuk bersiap-siap bangun pada pukul setengah lima pagi untuk persiapan tahap akhir persalinan dengan operasi.
Hari Operasi
Pada pukul 04:00, kami sudah bangun dan bersiap-siap. Suster / perawat datang menjemput kami ke kamar untuk membawa istri saya di ruang OK (Operatie Kamer / operatiekamer) yang juga merupakan bahasa serapan dari bahasa Belanda yang berarti kamar operasi. Disana sudah menunggu perawat dan assisten dokter bedah kandungan yang turut mempersiapkan peralatan operasi. Sambil menunggu dokter yang akan melaksanakan operasi, saya terlebih dahulu dimintai tanda-tangan persetujuan operasi oleh salah seorang staff rumah sakit disana, kemudian dokter spesialis anestesi menerangkan kepada saya bahwa setiap operasi cesar pasti memiliki resiko komplikasi, tetapi tim dokter akan berusaha semaksimal mungkin meminimalisir resiko, saya mengiyakan dan mengatakan bahwa saya memahami hal tersebut kepada sang dokter. Kami kemudian dipersilakan keluar, dan beberapa waktu kemudian tim dokter yang akan menangani operasi ini telah siap. Kalau tidak salah terdiri dari dokter yang akan membedah kandungan, dokter spesialis bius (anastesi), dan dokter anak yang akan memeriksa kondisi bayi.Berlangsung singkat
Kurang lebih selama 20 menit kami menunggu di luar ruang OK sambil berharap-harap cemas, dan ternyata operasi cesar itu tidak memakan waktu lama alias berlangsung cukup singkat. Saya dipanggil keruangan, dan perawat memberitahu: "bayinya sudah lahir Pak ya, silakan dilihat..". Saya langsung mengikuti perawat tersebut dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan dalam tulisan ini. Ketika saya masuk ke ruang perawatan bayi, anakku tersayang sedang dibersihkan dari sisa darah ibunya yang masih menempel. Tali pusarnya masih melekat dan menggantung di perutnya, berwarna biru kehijauan seperti tosca. Anakku menangis, dan ia tampak begitu lucu. Sepintas terlihat mirip bapakku. Aku bisa melihat pentol bakso di selangkangannya, laki-laki, he he he... Saya segera mengeluarkan HP Xiaomi Redmi 1s dari saku celana untuk merekam bayiku, agar bisa ditunjukkan ke keluarga lainnya karena yang diperbolehkan masuk hanya Ayah / Suami pasien.Dokter Anak yang menangani bayiku kemudian datang dan menjelaskan, bayinya laki-laki, keadaannya sehat, panjangnya 50 centimeter, beratnya 3.290gram, dan seterusnya. Setelah selesai merekam, saya lalu keluar dan menunjukkannya kepada mertua dan saudara-saudara yang ikut menunggu pada saat itu. Kami semua larut dalam perasaan bahagia, dan saya pun segera mengabari keluarga yang lainnya melalui telepon.
Saya kemudian dipanggil lagi karena istri saya sudah selesai dijahit dan sudah keluar dari kamar operasi (OK), saya menemuinya dan ia masih tampak lemas karena efek biusnya. Istri saya merasa menggigil karena kedinginan, tapi kata perawat itu normal, dan akan berangsur-angsur hilang bersamaan dengan hilangnya efek obat bius.
0 komentar:
Posting Komentar